MPS – Metode Kualitatif dan Kuantitatif

Posted: 25 Oktober 2010 in Materi

1.    Pengertian Dasar

Sebelum membahas penelitian kualitatif dan kuantitatif, terlebih dahulu kita harus mengerti beberapa istilah dasar. Setiap kali memulai suatu penelitian (mungkin dalam proses penyusunan  proposal) peneliti dihadapkan pada pertanyaan mengenai metodologi dan metode yang akan digunakan. Selanjutnya kita juga dihadapkan pada bagaimana meyakinkan (justifikasi) pilihan metodologi dan metode kita merupakan pilihan yang paling tepat. Lebih mendalam lagi, pilihan metodologi dan metode penelitian yang kita gunakan merupakan perwujudan asumsi dasar yang kita gunakan, dengan kata lain merupakan perwujudan perspektif teoritis yang kita anut.  Penelusuran lebih mendalam lagi akan menyentuh sisi epistemologis yang kita anut.

Epistemologi adalah teori mengenai pengetahuan yang terkandung dalam perspektif teoritis dan dengan sendirinya dalam metodologi (Ambert et al. 1995; Blaikie 2000). Ada beberapa epistemologi yang berbeda yaitu Objectivism, Constructionism, Subjectivism, dan beberapa variannya (Crotty 1998).

Perspektif teoritis adalah landasan filosofis yang membentuk metodologi dan dengan demikian memberikan konteks untuk proses dan dasar logika dan kriteria (Crotty 1998; Guba & Lincoln 1994).

Metodologi adalah strategi, rencana, proses, atau rancangan yang berada di balik pilihan dan penggunaan metode tertentu dan menghubungkan pilihan dan penggunaan metode untuk mencapai hasil penelitian yang diinginkan (Creswell 2003; Leedy & Ormrod 2005).

Metode adalah teknik atau prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian atau hipotesis (Leedy & Ormrod 2005; Patton 2001).

2.         Perbedaan Penelitian Kualitatif dan Kuantiatif

Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang menggunakan epistemologi objectivism dengan perspektif teoritis positivism menggunakan metode eksperimental atau pengukuran kuantitatif untuk menguji hipotesis dengan tujuan menemukan generalisasi dan menekankan pada pengukuran dan analisa hubungan sebab akibat antara variable (Crotty 1998; Hoepfl 1997; Sekaran 2000). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (dunia nyata) di mana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang diamati (Leedy & Ormrod 2005; Patton 2001; Saunders, Lewis & Thornhill 2007). Dengan melihat perbedaan epistemologi dan perspektif teoritis yang melandasi penelitian kuantitatif dan kualitatif, maka dalam operasionalnya akan sangat nampak berbeda. Penelitian kuantitaif karena berakar dari objectionism dan menganut perpsektif teoritis positivism maka akan menemukan kebenaran yang sejak dulu ada tersembunyi di suatu tempat. Kebenaran yang menunggu untuk ditemkan tersebut akan dapat dtemukan oleh siapapun dengan alat yang tepat. Sebaliknya, penelitian kualitatif berusaha menggali dan memahami pemaknaan akan kebenaran yang berbeda-beda oleh orang yang berbeda. Perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif disarikan ke dalam tabel 1-1 (disarikan dan diadaptasi dari Avison & Myers 2005; Blaikie 2000; Crotty 1998; Glesne & Peshkin 1992; Guba & Lincoln 1994; Leedy & Ormrod 2005; Miles & Huberman 1994).

Kuantitatif Kualitatif
Asumsi Fakta adalah realitas yang obyektif Realitas merupakan bentukan komunitas sosial
Variabel dapat diidentifikasi dan diukur Variabel sulit diukur, kompleks, dan saling terkait
Terlepas dari obyek pengamatan Termasuk dalam obyek yang diamati
Tujuan Generalisasi hasil Menjelaskan konteks suatu fenomena
Prediktif Interpretatif
Penjelasan sebab akibat Memahami perspektif pelaku
Proses Dimulai dengan teori dan hipotesis Diakhiri dengan hipotesis/teori
Manipulasi dan pengendalian variabel Mengikuti data dan hasil temuan
Menggunakan instrumen pengukuran formal Peneliti sebagai instrumen
Deduktif Induktif
Analisa terhadap komponen temuan Mencari pola dalam temuan
Mencari konsensus/generalisasi Mengungkap kompleksitas fenomena
Mereduksi data ke dalam angka Data numerik/statistik sebagai pelengkap
Peran Lepas dan imparsial Keterlibatan personal dan parsial
Peneliti Pengungkapan obyektif Pemahaman empatik

Epistemologi objectivist nampak dalam asumsi dasar penelitian kuantitatif, di mana realitas bersifat obyektif sehingga akan bermakna sama bagi siapapun yang menerimanya. Obyektivitas dicapai dengan mengukur variabel-variabel suatu realitas menggunakan alat ukur yang valid dan handal. Siapapun yang menggunakan alat ukur tersebut dalam mengukur variabel akan mendapatkan pemahaman yang sama akan suatu realita. Untuk mencapai obyektivitas tersebut peneliti tidak boleh terlibat dengan obyek penelitiannya dan harus menjaga jarak. Tidak heran jika penelitian kuantitatif melibatkan instrument pengumpulan data berupa survey yang disebarkan dengan bantuan asisten atau melalui web.

Penelitian kualitatif menganggap bahwa realitas adalah bentukan pikiran manusia. Segala sesuatu yang melibatkan manusia akan bersifat kompleks dan multi dimensi, apalagi jika melibatkan sekelompok manusia dan interaksinya. Kompleksitas tersebut akan sangat sulit diukur dan direduksi ke dalam angka-angka statistik. Data statistik hanyalah satu sisi kompleksitas atau dimensi, masih banyak sisi dalam realitas yang harus dipahami. Peneliti menjadi bagian dalam realitas tersebut seingga sulit untuk menjaga obyektivitas absolut.

Hasil akhir yang ingin dicapai oleh penelitian kuantitatif adalah mampu menjelaskan hubungan sebab akibat suatu fenomena dan menggeneralisir hasil penelitian dengan kemampuan prediktif terhadap fenomena serupa di tempat lain. Sangat penting dalam penelitian kuantitatif untuk memperoleh sampel yang memadai dan mewakili populasi sehingga meyakinkan pihak lain akan obyektivitas penelitiannya. Sebaliknya penelitian kualitatif berusaha memahami kompleksitas fenomena yang diteliti. Peneliti berusaha menginterpretasikan dan kemudian melaporkan suatu fenomena. Peneliti juga berusaha memahami suatu fenomena dari sudut pandang sang pelaku di dalamnya. Pemahaman dari sang peneliti sendiri dan dari para pelaku diharapkan akan saling melengkapi dan mampu menjelaskan kompleksitas fenomena yang diamati.

Proses penelitian kuantitatif dan kualitatif sedikit berbeda. Proses dan tahapan penelitian kuantitatif lebih terstruktur dan sistematis dibandingkan dengan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif akan dimulai dengan perumusan masalah, perumusan hipotesis berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya, pengumpulan data, analisa data untuk menguji hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan dilakukans ecara deduktif dengan mengumpulkan bukti-bukti yang akan mengkonfirmasi atau membantah hipotesis penelitian. Keseluruhan prosedur tersebut harus dilakukan dengan sistematis, rigorous, dan dengan standar baku. Obyektivitas dan generalisasi hasil menuntut peneliti untuk menemukan fakta yang tersembunyi. Siapapun menggunakan proses metode ilmiah yang sama akan menemukan hasil yang sama untuk suatu fenomena yang sama.

Proses penelitian kualitatif lebih fleksibel dalam artian langkah selanjutnya akan ditentukan oleh temuan. Asumsi bahwa realita akan dimaknai berbeda menjadikan langkah untuk menjamin generalisasi hasil tidak diperlukan. Generalisasi seperti dalam penelitian kuantitatif akan sulit dicapai karena pemaknaan yang berbeda-beda akan fenomena yang sama. Data yang dikumpulkan akan dicari pola yang sama untuk menjelaskan kompleksitas fenomena. Dalam uji hipotesis pada penelitian kuantitatif, data yang bersifat terlalu ekstrim sering dikeluarkan dari analisa karena akan mengganggu penggeneralisasian hasil. Dalam penelitian kualitatif sering dijumpai nilai ekstrim menjadi temuan penting atau setidaknya petunjuk untuk menelusur lebih jauh. Peneliti kualitatif akan menggunakan metode induktif untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian. Hasil akhirnya adalah suatu hipotesis atau teori yang menjelaskan suatu fenomena. Mengapa disebut hipotesis? Karena kesimpulan penelitia kualitatif tidak bisa digeneralisir karena hanya berlaku pada konteks fenomena yang diteliti. Pada fenomena serupa dengan konteks yang berbeda mungkin akan berbeda.

Pada masa setelah Perang Dunia ke 2, penelitian kuantitatif menjadi dominan. Peran penelitian kualitatif direduksi hanya menjadi alat untuk merumuskan hipotesis yang kemudian akan diuji dengan penelitian kuantitatif (Walle 1997). Pendefinisian dan peletakkan peran penelitian kualitatif tersebut juga menjadi argumen yang mendukung metodologi penelitian campuran atau penggunaan mixed-methods (lihat misalnya Blaikie 2000; Cooper & Schindler 1998; Creswell 2003). Tentunya peran penelitian kualitatif tidak sekecil itu. Banyak fenomena bisnis kontekstual yang dengan mudah dijelaskan melalui penelitian kualitatif karena teori umum yang dianut tidak berlaku atau memiliki kekuatan penjelas dan/atau prediksi yang lemah.

Peneliti pada penelitian kuantitatif harus bersifat imparsial dan “melepaskan” diri dari fenomena yang diteliti. Hal tersebut penting guna mencapai obyektivitas. Peneliti kuantitatif tidak boleh bias dalam melakukan penelitian. Sebaliknya, peneliti kualitatif adalah instrumen utama dalam penelitian. Keterlibatan peneliti merupakan kunci penting untuk memahami kompleksitas suatu fenomena. Peneliti kualitatif berusaha menyelami dan memahami secara empatik apa yang dirasakan dan dipersepsikan oleh para pelaku suatu fenomena. Obyektivitas seperti halnya dalam penelitian kuantitatif tidak dapat dicapai.

3.       Validitas dan Reliabilitas

Melihat perbedaan penelitian kualitatif dan kuantitatif dapat disimpulkan bahwa konsep validitas dan reliabilitas pada kedua penelitian tidak akan kompatibel. Pada penelitian kuantitatif, validitas merujuk pada tingkat kemampuan suatu penelitian mendukung kesimpulan yang dikemukakan, sedangkan reliabilitas merujuk pada konsistensi instrumen dalam melakukan pengukuran (Cooper & Schindler 1998; Creswell 2003; Leedy & Ormrod 2005; Sekaran 2000). Validitas dan realibilitas sangat penting dalam penelitian kuantitatif untuk mencapai obyektivitas dan konsistensi hasil penelitian. Hal tersebut sejalan dengan epistemologi objectivism.

Mencapai validitas dan reliabilitas seperti halnya dalam penelitian kuantitatif sangat sulit karena bukan obyektivitas yang menjadi tujuannya. Dalam penelitian kualitatif, reliabilitas merujuk pada kualitas penelitian itu sendiri (Golafshani 2003). Penelitian kualitatif yang berkualitas baik dapat membantu pemahaman terhadap suatu fenomena yang nampak membingungkan dan kompleks (Myers 1997, 2009; Patton 2001; Stahl & Brooke 2008). Di sisi lain, sejalan dengan epistemologi constructionism tidak terkait dengan isu reliabilitas karena reliabilitas terkait dengan pengukuran suatu variabel.

Terlepas dari perlu tidaknya reliabilitas, setiap penelitian perlu memperhatikan kualitas.  Untuk mencapai kualitas yang baik, maka penelitian kualitatif perlu memiliki atribut dapat dipercaya (trustworthiness) yang tinggi (Patton 2001; Seale & Silverman 1997; Strauss & Corbin 1990; Williamson 2002). Dalam mencapai tingkat kepercayaan yang tinggi penelitian kualitatif perlu mengungkapkan proses dan temuannya dengan tingkat kerincian yang memadai.  Tujuan pengungkapan lengkap dan terinci adalah supaya pembaca dapat memahami konteks penelitian dan hasil-hasil temuan. Pembaca dapat dengan sendirinya menilai apakah proses penelitian dan hasil-hasilnya handal. Pengungkapan yang rinci dan memadai dapat dicapai jika penelitian mampu mengungkap kompleksitas dan perspektif yang berbeda dari suatu fenomena, sejalan dengan paradigma constructivist.

Validitas dan reliabilitas dalam penelitian kuantitatif merujuk juga pada kemampuan prediksi terhadap fenomena sejenis. Suatu penggaris dapat mengukur panjang suatu obyek dengan satuan tertentu.  Apapun obyeknya dan siapapun yang melakukan pengukuran, penggaris dapat mengukur panjangnya dengan akurasi tertentu. Demikian juga dengan penelitian kuantitatif dapat menjelaskan fenomena sejenis dengan alat yang sama meskipun dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Penelitian kualitatif dengan kedekatannya pada konteks terjadinya fenomena tidak dapat digunakan pada fenomena sejenis dengan konteks berbeda. Suatu fenomena dipengaruhi dan mempengaruhi  banyak hal sehingga sulit mendapatkan 2 fenomena yang sama persis. Penelitian kualitatif dapat ditransfer untuk menjelaskan sebagian fenomena sejenis pada konteks yang mirip. Dapat dikatakan setiap penelitian kualitatif akan menghasilkan temuan yang berbeda dan dengan sendirinya solusi yang dihasilkan mungkin sekali berbeda.  Banyak fenomena dalam dunia bisnis saat ini memiliki ciri tersebut. Seorang manager yang sukses di satu perusahaan belum tentu akan sukses di perusahaan lain. Dalam mencari solusi masalah bisnis yang unik maka diperlukan proses yang unik pula yang sesuai dengan konteks masalahnya.

Penelitian di bidang bisnis, baik kualitatif maupun kuantitatif, idealnya mengarah pada relevansi hasil penelitian dengan tidak meninggalkan kepatuhan terhadap metodologi penelitian. Kedua hal tersebut merupakan suatu continuum (Bennis & O’Toole 2005). Di satu sisi relevansi kadang meninggalkan kepatuhan tetapi di sisi lain kepatuhan akan mengurangi relevansi. Penelitian kualitatif merupakan metodologi yang mendekatkan celah antara kepatuhan dan relevansi hasil penelitian (Myers 2009).

KESIMPULAN

Sebagai peneliti mana yang harus kita pilih? Mungkin ini pertanyaan yang muncul setelah membaca perbedaan kedua pendekatan di atas. Crotty (1998) memberikan saran bahwa seorang peneliti selalu mulai dari masalah yang dihadapinya.  Penelitian dibangun berdasarkan pada masalah tersebut. Pada tahap perencanaan penelitian, seorang peneliti harus memilih metodologi dan metode yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya.  Pilihan metodologi dan metode didasarkan pada latar belakang dan kemampuan sang peneliti.

Creswell (2003) menyatakan dimungkinkan adanya bauran metode penelitian (mixed methods). Perlu diingat bahwa yang dibaurkan adalah metode dan bukan metodologi, apalagi epistemologi dan perspektif teoritis. Tidak mungkin menggabungkan ethnography dengan eksperimen atau survey. Yang dimungkinkan adalah dalam suatu penelitian ethnography peneliti menggunakan kuesioner dan mengolahnya dengan statistik untuk mendapatkan gambaran secara statistik tentang obyek penelitiannya.

Seorang peneliti yang dibesarkan dalam tradisi kuantitatif dan ingin mendalami penelitian kualitatif harus mau meninggalkan paradigm positivist. Hal tersebut berat dan mungkin membutuhkan waktu lama. Penelitian apapun mensyaratkan sang peneliti nyaman dan menguasai metodologi penelitian yang digunakannya. Seorang peneliti juga harus memahami landasan metodologi penelitian yang digunakannya, sehingga tidak salah dalam melakukan penelitian.

Tinggalkan komentar